Ingatan Obama

Tanggal 10 November 2010, hari Rabu, tiba-tiba menjadi penting. Pak presiden datang. Tapi bukan Pak Beye, Si Anak Menteng yang datang: Obama. Apa istimewanya?
Toh sebelumnya banyak pejabat atau kepala negara yang hilir mudik, datang dan pergi ke negeri ini. Ya, istimewa. Soalnya, selain berhasil menjadi presiden yang populer di dunia, Obama juga punya kenangan manis semasa kecil di Indonesia. Teman-teman sepermainan, teman sekolah, guru, tetangga, handai taulan, pasti berharap Obama masih ingat kenangan tempo dulu.

Sate, bakso, krupuk, selalu diulang-ulang Obama sewaktu berpidato dihadapan para penggede di istana, atau saat memberi kuliah 30 menit di Universitas Indonesia (UI). Ingatan-ingatan Obama kecil terbawa hingga kini.

Dibandingkan dengan presiden sebelumnya, Bush Junior, Obama lebih mendapat tempat di hati muda-mudi, anak bangsa. Entah kenapa. "Obama ganteng ya," komentar para mahasiswi seusai pidato di ruang Balairung UI. Memang presiden satu ini lebih sporty dan funky, lebih anak muda.

Tapi semua bukan semata-mata figur atau sosok Obama, namun, seperti apa gagasan yang ia bawa ke Indonesia. Kalau tidak salah dengar -kemudian dibenarkan oleh beberapa orang teman- ia menjelaskan sikap politik Amerika dalam bahasa populer "tiap bangsa punya hak untuk menentukan dengan siapa ia berurusan!" Mungkin kalimat satu ini jarang diulas atau dikutip di media cetak.  

Setahuku, bahasa politik populer Anak Menteng itu jelas berupa kalimat retorik, kalimat yang tak membutuhkan jawaban. Dengan segenap ketergantungan bantuan modal asing dan tetek bengek perjanjian perdagangan, G-20, nampaknya tak lagi menyisakan ruang untuk menolak kesalehan ekonomi Amerika. Terlebih lagi hibah manis beberapa pesawat, telah membuat seluruh diplomasi tampak sempurna, tanpa cela. Dari pengamat politik sampai ibu rumah tangga, semua bersimpati pada ingatan-ingatan Obama. Jadi, siapa lagi yang masih bersimpati ... []  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar