“Keadilan
adalah harmoni atau keselarasan”.
Filsafat Yunani
mulai berkembang pada abad keenam sebelum masehi. Kala itu alam
(kosmos) lebih mendominasi kajian para filsuf Yunani. Misalnya Thales
menganggap segala kejadian dan perubahan berdasar pada prinsip air,
Anaximenes menganggap udara yang utama, atau Anaximandros yang
menganggap kedua unsur alam itu terlalu konkrit, yang akhirnya
membuatnya memilih prinsip “yang tak terbatas”.
Di tangan
Plato, filsafat Yunani berhasil menapaki elan baru. Bukan lagi
gejala-gejala kosmos (dunia) yang menjadi sorotan tunggal, namun
filsafat beralih melihat manusia sebagai pusat. Bertitik tolak pada
manusia, Plato membagi jiwa atas tiga fungsi: keinginan (epithymia),
bagian yang enerjik (thymos), dan rasional (logos) sebagai
puncak. Plato berpikiran jika manusia berhasil
mengelola keinginan dan energi di bawah kendali rasio, maka akan
muncul manusia-manusia yang harmonis dan adil.