Jurnalisme Berpolitik?


Beberapa waktu yang lalu dua orang temanku bercerita, mereka mau pindah pekerjaan. Yang satu ingin pindah karena tak kerasan lagi dengan sistem kerja industri dan rutinitas kerja, seorang lagi mengaku mendapat telepon dari seorang rekan, sebuah ajakan bergabung di media cetak baru di ibu kota. Rencananya, keduanya akan bergabung dalam media massa yang sama. Sekilas tak ada yang perlu dipersoalkan dari peristiwa ganti pekerjaan itu. Hanya sebuah tawaran kesempatan yang biasa terjadi dari perjalanan hidup seseorang.

Ode untuk Kawan Lama

Kabar duka. Seorang kawan meninggal dunia. Aku memperoleh berita itu dari jejaring sosial, saat pertama dan terakhir kudapati foto almarhum diunggah di sana. Tak kusangkal, kesedihan bakal merayap, menyergap, dan menggugat.

Kami berdua sangat dekat, bahkan sewaktu kuliah sempat membuat boyband. OMG! Sulit dipercaya, kami sempat tampil di publik bersama dua orang saudara kandungnya yang sama-sama suka nyanyi. Benar-benar kecelakaan sejarah yang tak terkira. Ha ha ..

Tak hanya itu. Sebelumnya kami berdua juga pernah jadi pengamen, bernyanyi dari pintu ke pintu, halaman rumah orang. Meski hanya sekali saja, tapi dia benar-benar seorang teman yang tangguh. Dia punya bakat dan talenta musik, keluarganya juga.

Kini, lebih dari 10 tahun yang lalu pertemanan kami bermula, dan saat ini juga aku mendoakan semoga bakat dan talentanya tak sia-sia. Terakhir bertemu dia sudah menikah, dan punya seorang anak.

Kematian memang sebuah awal baru bagi tiap yang hidup. Mati karena sakit atau tidak, kematian tetap menjadi milik tiap-tiap yang bernyawa. Diam-diam kesedihan itu menepi, sirna. Kini ganti terngiang suara-suara lembut dari ingatan. Sebuah syair pujian untuk seorang kawan lama. Selamat jalan Don.